termasuk pemberhentian jabatan. Akan tetapi, mutasi harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Ia menyoroti kebijakan yang dilakukan kepala daerah terhadap ASN.
"Boleh diganti, boleh di non-job kan, boleh dipromosikan tapi kan ada aturannya," ujar Tasdik di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Senin (22/5/2017).
Menurut dia, alasan mutasi atau pemberhentian ASN yang dilakukan oleh kepala daerah harus jelas.
Misalnya, alasan tersebut di antaranya karena melakukan pelanggaran, kompetensinya tak sesuai bidang yang dikerjakan, atau kinerja yang menurun.
"Jangan seperti mengelola warung, 'Hari ini kamu (ASN) pindah'. Enggak boleh begitu, kasihan," kata dia.
Ia menambahkan, kepala daerah sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komisi ASN sebelum mengambil kebijakan terhadap ASN.
Dengan cara ini, kebijakan tidak diambil secara subjektif karena Komisi ASN akan memberikan rekomendasi kepada kepala daerah.
Hingga saat ini, Komisi ASN banyak mendapat laporan dari ASN.
Laporan ini ditindaklanjuti Komisi ASN dengan mengeluarkan rekomendasi atau teguran kepada kepala daerah.
Namun, banyak juga yang tak mengindahkan rekomendasi Komisi ASN.
"Kalau ada yang direkomendasikan tapi tidak menjalankan maka kami berikan teguran, sekali, dua kali. Lalu tidak bisa dan dia tak menjelaskan (alasannya), ya sudah kami lapor Presiden, karena yang memberikan sanksi adalah Presiden," ujar Tasdik.
Komisioner Ombudsman RI Laode Ida mengatakan, Ombudsman menerima sejumlah laporan terkait mutasi atau pemindahan kerja bagi aparatur sipil negara (ASN) yang menyalahi aturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Laporan itu disampaikan oleh ASN dari berbagai wilayah di Indonesia.